Laman

Wednesday 22 June 2011

Kisah-kisah Menarik Tentang Pesona Ayat-ayat Suci Al-Qur'an







 
Kisah-kisah Menarik Tentang Pesona Ayat-ayat Suci Al-Qur'an

Rasulullah SAW pernah meminta sahabatnya yang bernama Abdullah bin Mas'ud supaya membaca al-Qur'an di hadapannya. Sebagaimana diketahui Ibnu Mas'ud adalah sahabat Nabi yang terkenal dengan qira'ahnya yang bagus dan lagu serta suaranya amat merdu.

Ibnu Mas'ud membaca beberapa ayat dari surat an-Nisa'. Tetapi setelah sampai ayat 41, maka Rasulullah meminta Ibnu Mas'ud supaya berhenti, karena air matanya telah bercucuran terharu.

Ayat an-Nisa' 41 itu artinya : "Betapa dahsyatnya keadaan di kala itu (hari akhirat), bila Kami (Allah) menghadirkan seorang saksi bagi setiap ummat, dan engkau (Muhammad) Kami hadirkan juga sebagai saksi bagi mereka."

Rasulullah tak tahan mendengar ayat itu. Bagaimana kalau dia menjadi saksi kelak bagi ummatnya yang bejat-bejat yang sudah rusak moralnya, bagaimana pula dia dihadirkan sebagai saksi bagi ummatnya yang kafir durhaka dan apakah dia tahan melihat ummatnya yang durhaka itu dihalau oleh malaikat ke neraka? Semuanya itu terbayang di pelupuk matanya, dan karena itu beliau menangislah. "Cukup, cukup, sampai di sini wahai ibnu Mas'ud" kata Rasulullah kepada sahabatnya yang ahli qira'ah lagi bersuara merdu itu. Ya, beliau terharu dan hatinya tersentuh.

Fudhail bin 'Iyad, yang kemudian menjadi ulama besar, pada mulanya selagi masih muda adalah seorang jahil yang terpesona kepada seorang perempuan. Pada suatu malam dia mendatangi kekasihnya itu. Tetapi setelah dia melompat pagar rumah sang gadis, tiba-tiba dia melihat sang gadis sedang membaca al-Qur'an, mengumandangkan ayat al-Qur'an surah al-Hadid ayat 16 yang artinya :

"Apakah belum tiba waktunya bagi orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan mengingat kebenaran apa yang diturunkan-Nya (al-Qur'an) dan janganlah mereka seperti ahli kitab sebelum mereka, telah lama mereka berpisah dari ajaran Nabinya, sehingga hati mereka menjadi kasar (tidak tembus cahaya kebenaran), dan kebanyakan mereka menjadi orang fasik."

Setelah mendengar ayat ini dituturkan oleh sang gadis dengan suara yang merdu, maka Fudhail mundur dan mengurungkan niat jahatnya. Dan semalaman dia merenungkan peringatan Allah itu bagi hamba-Nya yang beriman. Jiwanya berbisik, "Kapan lagi engkau akan insyaf? dan bertobatlah segera sebelum ajal datang menjemput, ya sebelum terlambat, wahai Fudhail!".

Demikian, kemudian dia bertobat dan berusaha membina dirinya menjadi seorang muslim sejati, dan berkat tekun belajar, dia menjadi ulama besar yang cukup terkenal. Kata-katanya banyak dikutip oleh pengarang.

Lain lagi dengan kisah Utbah al-Ghulam, seorang penjahat besar di negeri Basrah. Pada suatu hari dia mendengar pengajian di sebuah masjid Basrah. Waktu itu yang memberi ceramah agama adalah ulama besar Basrah yang amat terkenal, Syekh Hasan al-Bashry. Syekh Hasan kebetulan sedang menguraikan surat al-Hadid ayat 16 tersebut dengan sejelas-jelasnya, dan kemudian menyuruh hadirin terutama bagi orang-orang yang berdosa segera bertobat. Menjawab pertanyaan seorang hadirin, apakah dosanya bisa diampuni Allah bila dia bertobat, maka Syekh Hasan menjawab :
"Walaupun dosa anda sebesar dosanya Utbah al-Ghulam, Insya-Allah dosa anda akan diampuni bila anda bertobat dengan sungguh-sungguh."

Tiba-tiba mendengar orang meraung dan kemudian dia jatuh pingsan dalam masjid itu. Dan rupanya yang pingsan itu adalah Uthbah bin al-Ghulam sendiri, sang penjahat terkenal.

Setelah sadar, dia bangkit mendekat sang guru, dan sang guru masih terus menasehatinya dari hati ke hati. Hasan berkata, "Bila anda tahan sentuhan api neraka, maka silakan terus melakukan kejahatan. Tetapi bila tidak, maka segeralah bertobat! Dengan dosa-dosa yang kau lakukan itu berarti engkau telah menghina, membebani jiwamu sendiri, maka lepaskan dirimu dari dosa itu dengan bersungguh-sungguh!"

Nasihat sang guru besar, ulama terkenal itu, sungguh menyentuh hatinya, dan kemudian dia bertobat kepada Allah dengan taubatan nasuha. Dan setelah bertobat, dia mengangkat kedua tangannya dan menengadahkan kepalanya sambil berdo'a kepada Allah yang antara lain berbunyi :

"Tuhanku, jika Engkau telah menerima tobatku dan mengampuni dosaku, maka berilah aku kehormatan dengan kedalaman pengertian tentang agama-Mu dan lekas menghafal apa yang Engkau baca dan aku dengar, sehingga aku dapat menghafal ilmu dan ayat-ayat al-Qur'an. Berilah aku karunia dengan suara yang indah dan mempesona, sehingga barangsiapa yang mendengar bacaan qira'atku hatinya bertambah tersentuh walaupun dia sebelumnya berhati kasar. Tuhanku, berilah aku kemuliaan dengan rizki yang halal, dan berilah aku rizki yang datangnya tak terduga."

Alhamdulillah, do'anya makbul dan terjadilah keanehan pada dirinya. Ada saja rizki berupa roti yang diantarkan orang ke rumahnya setiap hari, tanpa diketahui siapa yang mengantarkannya. Demikian itu berlangsung terus sampai akhir hayatnya. Begitulah Allah mengabulkan do'a hamba-Nya yang benar-benar ikhlas dalam tobatnya.

Maaf, ini sedikit kisah pengalaman pribadi. Pada suatu hari penulis membawakan khutbah Jum'at di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Selesai berkhutbah, penulis menggabungkan diri dengan jama'ah, karena waktu ada imam khusus yang akan mengimami shalat Jum'at. Sebelum 'takbiratul ihram' penulis melihat ke shaf belakang, dan ternyata di situ berdiri Prof. Dr. H. Rasjidi yang terkenal itu. Dengan serta merta penulis mohon beliau maju ke depan di samping penulis.

Waktu imam membaca ayat sesudah al-Fatihah, terdengarlah Rasjidi menangis terisak-isak, mungkin karena terharu dan terpesona. Seingat penulis, ayat yang dibaca imam waktu itu adalah surah Fushilat ayat 30, yang artinya :

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian berlaku istiqamah (konsisten dalam kebenaran), akan turun malaikat kepada mereka (pada akhir hayatnya) dan membisikkan kalimat : Jangan kamu takut dan berduka, dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Tuhan untukmu."

Saya kira Rasjidi menangis terisak-isak di dalam masjid waktu itu karena amat terpesona dan terharunya beliau mendengar imam membaca ayat tersebut.

Dulu waktu Rasulullah membacakan ayat Fushilat 30 itu kepada sahabatnya, Abu Bakar as-Sidiq, maka Abu Bakar berkomentar,
"Alangkah indahnya ayat ini ya Rasul Allah!" Nabi SAW menjawab :
"Nanti (di akhir hayatmu) akan ada malaikat yang akan membisikkan ayat ini ke telingamu!"
Ya, berbahagialah orang-orang shalih yang malaikat membacakan ayat ini kelak ke telinga mereka pada akhir hayatnya. Amien!

Kisah masuknya Umar bin Khaththab ke dalam Islam adalah kisah yang patut disimak. Sebagaimana diketahui, Umar bin Khaththab adalah tokoh terkemuka di Arab di masa jahiliyah. Mulanya dia sangat menentang ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhhamad. Tetapi kemudian melalui proses yang unik dia akhirnya menjadi orang terkemuka Islam, bahkan menjadi khalifah ke dua setelah Abu Bakar as-Siddiq.

Syahdan pada suatu ketika dia dengan pedang terhunus ingin menikam Rasulullah dengan para sahabatnya yang masih sedikit, yang sedang dibina Rasulullah di rumah Arqam bin Abil di dekat Shafa. Di tengah jalan dia ditegur seseorang bahwa sebelum menindak orang lain lebih baik dia menyelesaikan urusan familinya sendiri terlebih dahulu. Orang itu menyampaikan kepada Umar bahwa adik kandungnya sendiri bersama suaminya telah menganut Islam menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Umar lantas berbelok ke rumah adiknya, Fatimah, dan kebetulan sedang membaca al-Qur'an. Dengan serta merta Umar memperlihatkan kemarahannya dengan memukul langsung adik dan iparnya sendiri hingga babak belur.

Kebetulan di tangan Fatimah ada lembaran Kitab Suci al-Qur'an yang baru saja dibacanya. Umar membentak adiknya dan meminta supaya lembaran itu diberikan kepadanya. Tetapi Fatimah menolak dengan alasan "Anda adalah najis, yang haram menyentuh lembaran suci ini," tandas Fatimah. Karena rasa ingin tahunya sangat besar, maka dia mandi dan kemudian lembaran suci itu diberikan adiknya, Fatimah, kepada Umar. Dan setelah membaca beberapa ayat dari surah Thaha, hati Umar berbalik arah seratus delapan puluh derajat. Ia kemudian masuk Islam.

"Kami bukan menurunkan al-Qur'an kepadamu untuk menyusahkan dirimu. Melainkan menjadi peringatan bagi orang yang takut Tuhannya. Dia turun dari dzat yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi Ar-Rahman (Allah) itu bersemayam di atas singgasana 'arsy. Kepunyaan-Nya segala apa yang ada di antara keduanya, dan apa-apa yang ada di bawah petala bumi. Jika engkau keraskan perkataan, Dia mengetahui apa yang dirahasiakan dan apa yang lebih tersembunyi. Allah, tidak ada tuhan kecuali Dia. Bagi-Nya ada beberapa nama yang indah." (Q.S. Thaha: 1-8).

Setelah itu barulah dia pergi dengan pedang terhunusnya ke rumah Arqam mencari Rasulullah. Mulanya para sahabat curiga dan dengan kewaspadaan yang penuh untuk mengantisipasi segala kemungkinan. Tiba-tiba Umar memeluk Rasulullah dengansekaligus mengucapkan dua kalimah Sahadah sebagai tanda dia memeluk Islam. Semuanya mengucapkan alhamdulillah dan bertakbir tanda syukur kepada Allah atas islamnya Umar.

Demikian skelumit kisah-kisah yang menarik tentang pesona ayat-ayat suci al-Qur'an yang berguna untuk penataran iman hamba-hamba Allah yang ingin bersujud kehadirat-Nya sebagai hambaNya yang ingin berjalan lurus menurut jalur-jalur Kitab Suci al-Qur'anul Karim Dan numpang tanya apakah ada diantara para pembaca yang budiman yang terpesona dengan membaca al-Qur'an atau mendengarkannya dengan air mata yang meleleh?

KH. Firdaus
sumber indonesia-2001

ALLAH MAHA BESAR jangan sekali-kali meninggalkan sholat

sholat jenazah

Monday 6 June 2011

Wednesday 1 June 2011

tata cara sholat sunnah

tata cara sholat wajib

Kisah-Kisah Menarik

Ketika Yusuf Mansur Mencari Tuhan Yang Hilang

“Ketika mereka melupakan apa-apa yang Kami peringatkan kepada mereka, justru Kami bukakan pintu segala kesempatan buat mereka. Maka kemudian ketika mereka merasa senang, merasa gembira, dengan keberhasilan, kesuksesan mereka, tiba-tiba Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, jadilah mereka terdiam berputus asa.” (Al An’am: 44)
Itulah ayat yang tercetak di sampul belakang buku Mencari Tuhan yang Hilang karya Ustadz muda Yusuf Mansyur. Dimana 35 kisah perjalanan spiritual  pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Bula Santri, Cipondoh, Tangerang dan pimpinan pengajian Wisata Hati ini dalam menepis azab dan menuai rahmat di dalamnya, akan membuat Anda terhenyak, terharu, tercenung. Untuk kemudian merenung. Bahwa kita, bisa jadi termasuk salah satu hamba-Nya yang lalai.
Lalai bisa dimulai dari hal-hal kecil. Bisa dimulai dari menunda-nunda waktu beribadah, hanya karena sedang menjalani rapat atau wawancara kerja. Bisa juga berarti tak bersyukur atas semua nikmatNya yang telah diterima. Bisa pula berarti tak usai berkeluh kesah atas semua derita. Dan bisa pula, tak bercermin atas semua laku perbuatan yang buruk rupa.
Lalai-lalai kecil inipun menggunung. Membawa banyak dampak tak sedap yang disebut-sebut sebagai neraka dunia. Mulai dari putus kerja, sakit yang tak kunjung pulih, belitan hutang, sulit mendapatkan jodoh, ketidakharmonisan rumah tangga, dan setumpuk masalah lainnya.  Secuil neraka dunia inilah yang sempat dicecap oleh seorang Yusuf Mansyur.
***
19 Desember tiga puluh dua tahun yang lalu, Yusuf Mansyur terlahir dari pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrif’ah. Dibesarkan dalam keluarga Betawi yang berkecukupan, Yusuf tumbuh menjadi sosok yang cerdas, namun juga pembangkang. Lulusan terbaik Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di jurusan Informatika namun berhenti tengah jalan karena lebih suka balapan motor. ”Semua hal saya lakukan dengan pertimbangan yang konyol; ’bagaimana nanti saja’ atau ’yang penting selamat dulu’, arogan dan tanpa perhitungan. Tidak pernah saya berpikir apakah yang saya lakukan itu bertentangan dengan hati, melanggar hukum, moral atau tidak,” (hal 1).
Pada tahun 1996, Yusuf terjun di bisnis Informatika. Sayang bisnisnya malah menyebabkan ia terlilit utang berjumlah miliaran. Gara-gara utang itu pula, Ustadz Yusuf merasakan dinginnya hotel prodeo selama 2 bulan. Setelah bebas, Ustadz Yusuf kembali mencoba berbisnis tapi kembali gagal dan terlilit utang lagi. Cara hidup yang keliru membawa Ustadz Yusuf kembali masuk bui pada tahun 1998. ”Di hari kebebasan saya, 25 Juni 1999, abang saya berkata keras kepada saya bahwa sudah saatnya saya melakukan pertaubatan yang serius. Meski hanya sempat menjadi penghuni tahanan tingkat polisi sektor, di mata abang saya hal itu sudah sangat memprihatinkan. Cukup memalukan. Saya dilahirkan dalam keluarga kyai. Saya dibesarkan dengan pendidikan agama yang tidak kurang-kurangnya, plus pengawasan yang lumayan ketat. Tapi kok ya sempat ditahan. Dua kali lagi!
Nah, pada kali kedua inilah abang saya tidak bisa lagi mentolerir. Dia menganggap, bila kali ketiga kemudian terjadi, maka saat itulah riwayat saya akan berakhir.
Saya sempat ragu. Bagaimana mungkin saya bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat, berhenti dari kegiatan-kegiatan kejahatan, merekayasa sesuatu, mencari korban-korban baru, merampok mereka secara halus, sementara banyak hal yang masih harus saya selesaikan. Dan di benak saya hingga saat itu, bahwa tidak mungkin masalah saya selesai kecuali dengan melakukan kejahatan yang lebih besar lagi, yang mana saya hasilnya saya harap bisa menutup semua keburukan saya, untuk kemudian baru berhenti total.
Pikiran-pikiran seperti itulah yang juga terus mendorong saya berbuat keburukan dan aniaya. Tapi yang sesungguhnya terjadi, justru mengantar saya kepada keterpurukan yang luar biasa. Masalah saya semakin besar.” (hal 2-3).
Namun malam itu sekaligus menjadi malam yang istimewa bagi seorang Yusuf Mansyur. ”Malam itu, tanpa sengaja, saya membuka lembaran Al Quran. Mata saya tertumbuk pada ayat 1 sampai dengan ayat 6 surat At Taubah. Saya mengambil poin-poin penting. Ada kata-kata kunci yang membuat saya jadi tertunduk dan menangis sejadi-jadinya. Yaitu, kebebasan; pelepasan dari kemusyrikan yang tidak saya sadari; statement Allah bahwa bertaubat itu lebih baik; memenuhi perjanjian; dari sifat Allah, Ghafur dan Rahim.
Terus, ayat 3-nya, seolah juga tahu bahwa saya ragu untuk bertaubat gaya abang saya, dengan menyatakan: ’Apapun kejadiannya, berhenti total dari semua kejahatan dan perilaku buruk itu adalah lebih baik.’  Kemudian ayat 2-nya, memberi satu isyarat bahwa saya harus berjalan dulu selama 4 bulan (dalam proses pertaubatan).” (hal 4-5)
Seketika, pecahlah tangis Yusuf.
Air mata saya mengalir deras. Di tengah kezaliman yang saya lakukan, di tengah kedurhakaan dan kemaksiatan yang saya perbuat, Ia, yang Maha Suci, masih sudi ’menengok’ ciptaanNya ini. Dia memberi motivasi, di tengah keputusasaan. Dia juga menemani saya di tengah kesendirian. Dan bahkan di kemudian hari, Dia pun menegur saya secara halus di tengah kelalaian dan kesalahan-kesalahan saya yang baru.” (hal 4)
Malam itu sekaligus menjadi malam yang istimewa bagi seorang Yusuf Mansyur. Karena ”malam itu, saya ’berbicara’ dengan Tuhan.” (hal 4).
***
”Dia tidak hilang dan tidak menghilang. Dia selalu menunggu, selalu mengulurkan tanganNya. Hati yang kotor inilah yang menghalangi melihatNya,” (hal 4)
Itulah rintihan lirih Yusuf dalam kesendiriannya, yang kemudian mengawali 35 perjalanan spiritualnya dalam buku ini. Dimana Yusuf memilih menggunakan nama Luqman Hakim. ”Tokoh Luqman Hakim dalam buku ini bukanlah Luqman Hakim yang diabadikan oleh Allah dalam ayat-ayat Al Quran, sosok tokoh yang saya ciptakan sendiri, sebagai media penuturan saya.” (hal 7)
Perjalanan Luqman Hakim pun dimulai.